Menonton pertunjukkan musik, apapun jenis musiknya, adalah salah satu kegiatan yang selalu menarik perhatian saya. Kali ini adalah kesempatan untuk menikmati pertunjukkan konser musik klasik yang dimainkan oleh Ananda Sukarlan, yang bertajuk : LIBERTAS - Ananda Sukarlan , 2010 Jakarta New Years Concert, yang diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki, pada hari Minggu 3 Januari 2010, dalam dua kali pertunjukkan yang dimulai jam 15.00- 17.00 dan jam 20.00 – 22.00. Ada dua hal mengapa saya antusias menikmati suguhan musik ini. Pertama, karena memang acara ini adalah acara rutin yang diselenggarakan oleh Yayasan Musik Sastera, yang kebetulan my beloved wife, Chiwy (AR84) menjadi salah satu Ketuanya, kedua karena dalam pentas kali ini Alumni PSM ITB (ITB Choir) juga menjadi salah satu pengisi acaranya. Kedua alasan itulah yang menyebabkan, datang ke acara ini seperti menjadi sebuah 'kewajiban' bagi saya.
Repertoire ini terbagi dalam 2 bagian utama. Bagian 1 terdiri atas : Rhapsodia Nusantara No. 1, Rhapsodia Nusantara No. 5 dan Bibirku Bersujud di Bibirmu dan bagian 2 : LIBERTAS.
Dalam berkarya, Ananda senantiasa mengusung tema-tema kemanusiaan yang bersifat universal. Karya terbarunya ini yang dimainkan dalam Bagian 2 : LIBERTAS, adalah kantata no. 2 untuk kemerdekaan dan hak azazi manusia yang diilhami oleh 8 karya besar pujangga Indonesia dan dunia yaitu WS Rendra, Chairil Anwar, Sapardi Djoko Darmono, Hasan Aspahani, Ilham Malayu, Walt Whitman, Luis Cernuda, dan Archbald MacLeish. Kantata ini dipentaskan untuk pertama kali di hadapan publik terbatas di Bimasena, Hotel Dharmawangsa, pada bulan Agustus 2009 yang lalu. Meski kini LIBERTAS dimainkan tidak dalam rangka memperingati kemerdekaan RI, tema kebebasan ini tetap dirasa relevan dalam konteks Indonesia yang baru saja selesai merayakan pesta demokrasi. Tahun 2010 menjadi awal harapan bagi rakyat, untuk Indonesia yang lebih baik, lebih adil serta lebih bermatabat.
Puisi-puisi yang menjadi fondasi dari LIBERTAS adalah Bentangkan Sayapmu, Indonesia! (yang diambil dari penyair Ilham Malayu), I understand the Large Hearts of Heroes (cuplikan dari karya bear Walt Whitman Song of My Self), A Un Poeta Muerto (Luis Cernuda, sebuah puisi untuk mengenang kematian pujangga besar Spanyol Frederico Garcia Lorca), Palestina (Hasan Aspahani), Ia Telah Pergi (WS. Rendra) dan Kita Ciptakan Kemerdekaan (Sapardi Djoko Darmono). Sebuah interlude instrumental, Requiescat juga menjadi satu nomor dari kantata ini, dipersembahkan kepada mereka yang telah gugur memperjuangkan kemerdekaan. Requiescat ditulis untuk satu kombinasi instrumental yang memberi warna suara yang unik dan melankolis, yaitu english horn dan kuartet gesek.
Puisi yang paling akbar dan menyentuh adalah Krawang Bekasi, karya Chairil Anwar, dan ini menjadi nomor penutup dari karya yang berdurasi 28 menit ini. LIBERTAS didukung oleh solois solois handal, antara lain Joseph Kristanto (baritone), serta dua kelompok paduan suara ITB Choir dan Paragita UI.
Selama 2 jam penuh, diselingi istirahat 15 menit antara pertunjukan bagian 1 dan bagian 2, saya banyak belajar hal-hal baru yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya…. Suguhan Ily Coffee double expresso yang tersaji di lobby, cukup membuat mata saya harus selalu sadar selama pertunjukkan berlangsung. Saya sampai hapal nama-nama pujangga…., seperti yang saya tuliskan di atas. Alamakkk…..!!