Black hole di Jl. Pajajaran |
Bandung Utara, Kamis, 2 Desember 2010, jam 22.00.
Dear Friends,
Kudapat istilah diatas dari sebuah film Hollywood, aku lupa namanya, yang kuingat hanya nama bintangnya -- Steven Seagel…. Itu aktor laga jagoan, yang ngga pernah ada matinya!, dia gak pernah kalah berkelahi dalam film-filmnya, sehebat apapun lawannya – jangankan kalah, segores lukapun nggak pernah terlihat. Kebangetan bener dia ! – walaupun dalam kehidupan nyata dia memang jawara Aikido Dan 7.
Asumsi memang menimbulkan masalah, apalagi asumsi yang salah, ditambah lagi melakukan sesuatu tanpa persiapan yang matang, menggunakan alat atau kendaraan yang tidak sesuai.. Wah…. pol ! salahnya. Itulah ceritaku Kamis malam, minggu lalu ber " off-road " ria di bagian utara kota Bandung …….
Soal pakai alat yang gak sesuai, juga sering kita alami waktu main golf…. Ada maksimum 13 macam pemukul bola yang boleh kita bawa di bag kita, semua sudah didesain untuk konsidi, situasi dan jarak pukul berbeda. Sudah dikasi segitu banyak club, masih juga salah pakai club, yaa… kebangetan juga sih !. tapi Selasa, 30 November lalu, Amrie –Chief IGC main dengan ku di Pangkalan Jati. Sudah dua kali ini dia selalu ketiban sial, tiap kali main di P. Jati, caddie andalannya yang setia Mr. Salam tidak nonggol, dan terpaksa dia pakai caddie lain, keruan saja dia main seperti orang mau naik Mt. Everest tanpa Sherpa, akibatnya bukan cuma boogie, double boogie pun tak kurang dari 3 kali menghampirinya ...Pada Hole 4 - Par 4, ketika akan memukul pukulan kedua, kebetulan bolanya berdekatan dengan bolaku. Dia rupanya diberi info jarak yang salah oleh caddienya. Amrie balik tanya ke caddieku si Agus “ Gus, menurut kamu, berapa nih jaraknya ke pin?”. Caddie ku dengan tegas jawab "120 meter pak !”
Langsung Amrie berbalik dan teriak menegur caddienya “ Eh... lo tadi bilang 110 meter ! itu bedanyanya satu club ! Taauuu! “ Caddienya hanya tunduk diam dan makin banyak kesalahan dibuatnya (termasuk tuan nya). Sampai hole terakhir Amrie main 45 – 44 ! .... gak biasa-biasanya ! ( Sorry Mrie... terpaksa buka rahasia lagi neh !), tapi .... sekarang tahu kan kalao mau ngalahin Amrie?... kasi saja dia caddie yang bukan langganannya – kalau bisa, yang sedikit blo’on !
Kembali ke cerita Kamis malam di jalan-jalan rusak, sempit, basah dan gelap di Bandung Utara …
Sudah dengar kan, kota Bandung hari-hari belakangan ini, sedang heboh karena bermacam-macam kejadian akibat 'adverse climate condition' -- Ada lobang - black hole, yang tiba-tiba menganga sebesar kerbau di jl. Pajajaran, banjir di jl. Pasteur, Cihampelas, Cipaganti, yang biasanya gak pernah banjr, dan terakhir Jumat lalu tembok terjal di jl. Siliwangi jebol, amburadul, kena longsor. Akibatnya .... macet di seantero kota ( ….. lha, gak ada longsor aja sudah macet !).
Black hole menganga sebesar kerbau di Jl. Pajajaran | Jl. Siliwangi Amburadul ! |
Kamis sore itu setelah selesai mengajar, cuaca cukup terang dan tidak ada hujan, dan malam itu aku dan istriku bermaksud naik ke Utara Bandung, mau makan malam di restoran "The PEAK" . Rencananya mau liwat jl. Ciwaruga terus Cigugur Girang dan katanya dari situ bisa menuju The PEAK -- bisa lebih pendek dari pada liwat jl. Sersan Bajigur eh ... Sersan Bajuri maksud ku !
Ternyata akibat hujan yang terus menerus, jalan-jalan di Bandung banyak rusak parah. Ampun dah, sebelum sampai jl. Ciwaruga, kan harus lewat jl. Geger Kalong Hilir... jalannya disini ternyata sudah rusak parah, begitu juga sepanjang jl. Ciwaruga ( Waruga Jaya) sampai menjelang 300 m yang nyambung ke Jl. Cigugur Girang.
Menjelang sampai di kompleks Eco Pesantren - Cigugur Girang, tiba-tiba lampu penunjuk bensin mobil ku menyala, berarti tinggal kira-kira 5 liter di tangki, dan jelas-jelas disekitar Cigugur Girang gak akan ada pompa bensin !! Disini aku baru sadar, telah membuat kesalahan pertama, yaitu menunda mengisi bensin pada kesempatan pertama ! ( Belakangan ini, aku sebisanya tidak mau mengisi di SPBU Pertamina, karena pengalaman buruk , pompa bensin -rotax ku jebol dan harus merogoh kantong cukup dalam -- Rp. 2,1 juta !) – kalau terpaksa, beli saja yang Pertamax Plus; memang mahal sedikit, tapi mobil anda aman dari mogok di jalan karena macetnya pompa penyalur bensin ke karburator.
Jam menunjukkan jam 19.00 ketika kami sampai di Eko Pesantren jalan Cigugur Girang, dan mampir dulu ke rumah teman dosen, ir. Budi Faisal yang rumahnya unik, bahannya banyak terbuat dari bahan bammbu ( katanya bisa menghemat biaya sampai 30%).
Rumah Budi Faisal - Banyak menggunakan Bahan Bambu | Ceiling Bambu .. murah dan menarik juga ! |
Budi Faisal mengatakan dari titik ini "The PEAK" , sebenarnya hanya tinggal 2.0 km lagi, tapi ada potongan jalan yang 'amat buruk' , penuh air kubangan dan lobangnya cukup dalam. Ketika dia melihat mobil yang ku pakai, langsung dia tidak merekomendasikan untuk meneruskan lewat jalan ini. (kebetulan aku bawa mobilku yang paling "ceper" yaitu si "BIRU").
Akhirnya ku putus kan turun lagi kebawah untuk mencari SPBU terdekat yaitu di jalan Setiabudi setelah " Rumah SOSIS" yang terkenal itu. Tapi terbayang, betapa sengsaranya kalau harus kembali lewat lewat jl. Ciwaruga - Geger Kalong Hilir, yang berlubang-lubang itu, maka aku putuskan untuk memotong jalan lewat 'jalan tikus' yang masuk ke Setiabudi Regency, lalu muncul di gate depan di jl. Sersan Bajuri, keluar belok kiri ke Jl.Setiabudi , beli bensin dan balik lagi masuk Jl. Sersan Bajuri menuju "The PEAK".
Selesai mengisi bensin, hati sedikit tenang dan sekarang masuk lagi jalan Sersan Bajuri untuk menuju The PEAK . Nah... .disini aku buat kesalahan kedua : yaitu aku lupa tidak membawa perangkat GPS ku ! Tapi kupikir.... 'peace of cake ' untuk mencapai The PEAK, karena banyak petunjuk menuju The PEAK di sepanjang jalan Sersan Bajuri.... assumsi ku : ikuti saja petunjuk, pasti sampai, toh aku pernah dua kali kesini. Ternyata asumsi ku salah ! ----
" Assumption is the mother of all fuckups " !.
Setelah sekian kilometer, mungkin belasan, mengikuti petunjuk, tiba-tiba kami dihadang dengan papan besar yang menuliskan Jalan didepan longsor, sehingga tidak bisa dilalui, dan panah ke The PEAK menunjuk kekanan masuk ke jalan alternatif yang sudah bisa diduga, lebih kecil dan lebih buruk.
Bukan itu saja, jalan alternatif ini ternyata juga jauh lebih panjang dan tidak ada petunjuk yang baik... kami harus tanya orang sampai 4 kali. Anehnya orang terakhir yang kutanya, mengatakan :" Leres pa, kedieu jalannya, langkung caket pa !" ... Kambing guling, kepalanya bau menyan !, "caket" nya dia ternyata masih 3 km ! dasar urang kamfoeng !!
Ketika kami sampai di The PEAK, jam sudah menunjukkan jm 22.00 ! Kekesalan kami terhibur dengan pemandangan yang indah dari puncak restoran The PEAK. Malam itu, Alhamdulilah tidak hujan, sehingga langit cerah, terlihat bintang dan lampu-lampu daerah sekeliling seperti Bandung, Lembang, Maribaya, Cimahi, Kota Baru Parahyangan bisa terlihat dengan indahnya. Breathtaking !
Nah.. waktu pulang aku membuat kesalahan ke tiga, ketika aku memutuskan tidak mau liwat jalan alternatif tadi yang berputar dan kondisinya buruk. Aku nekat mau mengambil jalan yang akan tembus ke Cigugur Girang, yang katanya cuma 2.0 km dari The PEAK.
Ternyata tanpa GPS, aku nyasar-nyasar juga dan terpaksa memutar mobil ditempat yang sempit.
Ini kesalahan ke empat … Asumsi lagi …. Kupikir jalan menuju The PEAK, bisa pakai mobil sedan biasa ( memang benar kalau lewat jalan normal, tapi ... siapa sangka harus menempuh masuk jalan alternatif yang lebih cocok untuk jalur “off-road” -- Tidak menggunakan alat/kendaraan yang sesuai dengan apa yang akan kita lakukan.
Kali ini mobil yang kupakai termasuk mobil ‘besar’, sehingga sulit ber maneuver di jalan-jalan sempit, apalagi ketika salah arah dan harus memutar balik . Kalau pakai mobil rally, bisa pakai teknik “hand brake turn” --- dengan injak kopling, angkat rem tangan dengan tangan kiri, dan pada saat yang sama putar kemudi dengan cepat dengan tangan kanan kearah balik, untuk melemparkan bagian buritan mobil kearah depan lebih cepat dari bagian depannya. ( don’t do it on public roads!).
Selesai berhasil membalik mobil, kutuju simpangan yang membelok sangat tajam kekiri. Sekali lagi… biarpun sering rally, dengan mobil sebesar ini aku tidak bisa mengambil tikungan tajam itu sekali putar….
The drama begin….. ketika aku selesai berbelok sangat tajam kekiri, kulihat didepan ku ada benda hitam berkilat , selebar jalan dan panjangnya mungkin 20-30 meteran..... ternyata air dan aku tidak bisa melihat dalamnya . Apa boleh buat sudah kepalang untuk mundur... ku jalankan juga mobilku menerjang kubangan itu dengan harap-harap cemas tidak terhempas ditengah lubang.
Lubangnya memang dalam dan tidak beraturan… belum lagi kemungkinan air akan masuk ke lubang knalpot. Untuk mencegah itu, tekniknya jalankan mobil dengan menjaga rpm agak tinggi ( 3000 – 3500 rpm), sambil ditekan kopling setengah atau tiga perempatnya. Usahakan jangan sampai mobil terhenti (stucked) di tengah lubang berair. (jangan terlalu lama melakukan ini, temperatur mesin akan naik dengan cepat ).
Sudah bisa diduga akibatnya, dari bagian bawah mobilku terdengar suara “gerasak-gerosok” yang menyeramkan….. tapi mobil tetap ku paksakan untuk bergerak maju. Mobilku akhirnya bisa liwat kubangan yang mengerikan itu, tapi spoiler depan ku rusak berat ! (halah…. alamat merogoh kocek lebih dalam lagi nih).
Selesai meliwati kubangan ini, kuteruskan menuju Cigugur Girang, dan masih ada beberapa cabangan jalan yg harus dilalui, tanpa GPS, aku harus menebak-nebak yang mana yg simpangan yang benar. Malam sudah larut, menunjukkan jam 23.00 dan tidak ada orang yang bisa ditanya....Pada cabangan terakhir.... ku ambil cabang ke kanan karena arahnya menuju Selatan - arah yang kami tuju. Kali ini asumsi ku benar.
Aku pikir-pikir ngapain aku dengan istri tengah malam buta, ngubek-ngubek jalan-jalan kampung di utara Bandung ini, kaya orang kurang kerjaan ! ( kalau sendiri, dan sedang rally sih tidak masalah, memang begini jalan-jalan yg dilalui !)
Perhitungan Budi Faisal sedikit meleset ketika aku berhasil mencapai lagi simpangan Eco Pesantren, jaraknya memang cuma 2.7 km dari The PEAK. ( bukan 2.0 km seperti perkiraannya semula)
Untuk kedua kalinya malam itu aku memotong lagi jalan tikus setapak yg masuk ke Setibudi regency.
(aku sebenarnya kuatir, kalau sudah malam begini, pagar yg dari arah Setiabudi Regency sudah di tutup). Ternyata malam itu masih ada pa Ogah penjaganya, aku meraih lagi uang kecil untuknya, tadinya aku akan berikan seribuan, tapi istriku bilang :" Kasih saja dua ribu .. kasian kan! sudah malam begini dia masih berdiri , jaga jalan !".
Jalan pintas ini memang hanya bisa di lalui satu mobil, harus ada yang jaga didepan, supaya tidak ada mobil lain dari arah yang berlawanan. (Terbayang kan, kalau ternyata di ujung jalan ada mobil lain atau pagar sudah ditutup, aku harus jalan mundur kira-kira 30 meter, tapi jalannya hanya selebar satu mobil, nanjak, berkelok dan kondisi nya juga tidak mulus !)
Akhirnya... hampir tengah malam, kami sampai di hotel dengan selamat . Alhamdulilah ! karena malam itu tidak ada hujan padahal malam sebelumnya katanya hujan deras, dan sesuai cerita teman, malam besoknya hujan lebih deras lagi sampai merontokan jalan Siliwangi !
Jumat subuh jam 06.00 , kami berangkat pulang ke Jakarta Via Puncak. ( no drama this time...)
Begitulah Friends, kisah Kamis tengah malam buta, ubek-ubek kan cari jalan di kampung-kampung serba gelap dan basah di Bandung utara. Hari itu, walaupun aku membuat banyak kesalahan besar, tapi tetap ku panjatkan puji syukur bisa keluar dengan selamat dan tiba kembali di Jakarta dalam keadaan sehat walfiat. Walaupun aku jarang membuat kesalahan seperti ini tapi ini sebuah pelajaran yang berharga untuk selalu membuat persiapan yang baik dan jangan pakai banyak asumsi ! Semoga !!
Happy motoring ! ( but drive the right vehicle for the right-road condition, and don’t make too many assumptions !)
Boediono Soerasno (AR65)